Surat terbuka ini saya kutip dari offth3bar.wordpress.com
Kepada gelandang tim nasional U-22, Rasyid Bakri..
Saya hanya seorang penggemar sepakbola nasional. Begitu mendengar
bahwa kualifikasi piala Asia akan diselenggarakan di Pekanbaru,
antusiasme saya menlonjak tinggi. Sudah lama saya tidak melihat
pertandingan tim nasional. Saya dan puluhan ribu penonton lainnya
mungkin tidak peduli ini timnas IPL atau ISL. Bahkan mungkin kami tidak
peduli bahwa tidak ada yang kami tahu dari kalian selain Andik
Vermansyah. Terlebih di penjualan tiket resmi, banner besar jadwal
pertandingan ditambahkan foto Andik, dan Kim Kurniawan. Pemain keturunan
Jerman yang ternyata tidak masuk skuad. Saya tidak tahu bahwa anda,
Rasyid Bakri ada di daftar pemain skuad U-22.
Di pertandingan pertama melawan Australia, saya hanya memperhatikan
nomor punggung 10 dari Indonesia. Seperti selisi stadion berharap magis
akan timbul setiap dia memegang bola. Seperti orang berharap dia akan
mengejar bola keseluruh sisi lapangan. Sebelum akhirnya saya melihat
anda, nomor punggung 14. Saya tidak tahu nama anda, saya hanya tahu
bahwa ketika menyerang, bola akan berawal dari anda, dan ketika
bertahan, andalah orang pertama yang memotong serangan lawan. Saya
melihat nomor punggung 14 ada di seluruh sudut lapangan. Berlari dari
satu sisi ke sisi lain. Mencari ruang kosong, mengoper dengan benar,
menekel lawan, bermain sederhana. “
This is it…gelandang masa depan Negara saya”
Di pertandingan lawan Timor Leste yang memiliki organisasi permainan
yang lebih rapi, anda adalah pemain paling tenang. Mencoba mengimbangi
permainan rapi dan rapat dari gelandang – gelandang Timor Leste. Anda
selalu berjaga di tengah lapangan ketika pemain lain mencoba menyerang.
Anda tetap melindungi barisan belakang Indonesia ketika pemain – pemain
lain mempertontonkan kemampuan Individu dan mendapat apresiasi dari
penonton. Anda memastikan tim mendapat waktu yang cukup untuk menyusun
kembali pertahanan ketika diserang balik dengan mengejar bola kemana pun
bola itu pergi. Ketika bola berhasil dikuasai Indonesia, anda yang
memulai kemana serangan harus dimulai. Disini, para penonton mulai
menyadari keberadaan anda. Dan memberi tepuk tangan di setiap pergerakan
anda yang sangat tenang dibanding rekan – rekan anda yang lain.
Di pertandingan lawan Jepang, selama itu lini tengah dikuasai Jepang,
selama itu juga anda berusaha mempertahankan dan memenangkannya
kembali. Ketika Indonesia tertinggal 2 gol, aliran bola yang lancar di
awal babak kedua berhasil memberi kita 1 gol melalui Pinalti, walaupun
kita harus kebobolan 3 gol lagi. Itu disebabkan karena memang anda tidak
mungkin menghadapi gelandang Jepang itu sendirian. Saya ingat disuatu
kesempatan tendangan bebas untuk Jepang dan anda menjadi pagar betis,
pemain Jepang menggangu anda dengan berjongkok di belakang anda. Mungkin
melecehkan postur anda yang tidak seberapa. Tapi dibalik postur anda
yang kecil, ketenangan anda mengawal lini tengah Indonesia membuat anda
terlihat menjadi pemain besar di lapangan.
Saya mulai mencari biodata anda, bermain di PSM Makassar dan secara
statistik memang presentasi anda menggagalkan serangan lawan cukup
tinggi. Banyak yang membandingkan anda dengan gelandang Makassar yang
menjadi andalan Indonesia di pertengahan 2000-an, Syamsul Bachri. Tapi
menurut saya, anda lebih tenang, tekel anda lebih baik, passing anda
lebih terukur, dan penempatan posisi anda luar biasa. Itu semua menutupi
tinggi badan anda yang (katanya) hanya 164 cm. Anda tidak boleh
berkecil hati, Lionel Messi, pemain sepakbola terbaik sekolong jagat
hanya bertinggi 169 cm, selisih 5 cm atau mungkin hanya sepanjang jari
telunjuk manusia dewasa. Xavi Hernandez, gelandang Spanyol yang juga
Idola anda, hanya bertinggi 170 cm, selisih 6 cm dari anda. Tidak…saya
tidak berharap anda bisa sampai menjadi pemain terbaik dunia, yang mana
walaupun itu terjadi, saya dan jutaan rakyat Indonesia akan sangat
bangga. Tapi saya hanya berharap anda tetap bermain seperti ini di masa
mendatang. Sederhana, dan pintar memanfaatkan ruang kosong. Itu saja,
karena di Indonesia, penngiring bola sudah terlahir lebih dari cukup.
Rasyid Bakri, maaf membebankan anda sebegitu beratnya. Tapi saya
tidak bisa lagi menunggu selama saya menunggu kehadiran Ahmad Bustomi.
Indonesia terlalu lama kehilangan jendral lapangan tengah selepas Era
Fachry Husaini, Ansyari Lubis dan Bima Sakti. Tanpa bermaksud untuk
tidak hormat kepada gelandang – gelandang hebat Indonesia setelah era
tersebut sampai kemunculan Ahmad Bustomi. Firman Utina, Ponaryo Astaman,
Eka Ramdani, adalah gelandang – gelandang hebat. Tapi tidak ada yang
memiliki ketenangan seperti Ahmad Bustomi, dan setelahnya…Rasyid Bakri,
si nomor 14 Tim Nasional U-22.
Selepas babak kualifikasi, nama anda mulai mudah dicari di dunia
maya. Berita – berita tentang anda sebagai gelandang masa depan
Indonesia mulai banyak ditulis, dan ini mungkin merupakan salah satu
diantaranya. Saya tidak akan membandingkan anda dengan pemain Indonesia
manapun, tidak juga menjuluki anda dengan “Ahmad Bustomi baru” atau
“Penerus Syamsul Bachri”. Biarlah anda semakin hebat dan mencetak
sejarah anda sendiri. Saya hanya ingin melihat anda tetap berkembang
menjadi pemain yang punya ketenangan, pasing, dan penempatan posisi yang
hebat. Biarlah suatu hari nanti sejarah Rasyid Bakri tertoreh dengan
tinta emas berupa gelar juara untuk Indonesia.
Sekali lagi maaf…sudah membebani anda dengan harapan menjadi gelandang tim nasional Indonesia yang hebat di masa mendatang…
Read full post »